Resensi Novel Anak Semua Bangsa - Pramoedya Ananta Toer
Identitas Novel
Judul Novel : Anak Semua Bangsa
Penulis : Promoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Jumlah Halaman : 539 Halaman
“Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Di mana pun ada yang mulia dan jahat… Kau sudah lupa kiranya, Nak, yang kolonial slalu iblis. Tak ada kolonial pernah mengindahkan kepentingan bangsamu.” – Pramoedya Ananta Toer –
Kehadiran roman sejarah ini, bukan saja dimaksudkan untuk mengisi sebuah episode berbangsa yang berada di titik persalinan yang pelik dan menentukan, namun juga mengisi isu kesusteraan yang sangat minim menggarap periode pelik ini. Karena itu hadirnya roman ini memberi bacaan alternatif kepada kita untuk melihat jalan dan gelombang sejarah secara lain dan dari sisinya yang berbeda.
Tetralogi ini dibagi dalam format empat buku. Pembagian ini bisa juga kita artikan sebagai pembelahan pergerakan yang hadir dalam beberapa periode.
Roman kedua Tetralogi, Anak Semua Bangsa, adalah periode observasi atau turun ke bawah mencari serangkaian spirit lapangan dan kehidupan arus bawah Pribumi yang tak berdaya melawan kekuatan rakyat Eropa. Di titik ini Minke diperhadapkan antara kekaguman yang melimpah-limpah pada peradaban Eropa dan kenyataan di selingkungan bangsanya yang kerdil. Sepotong perjalanannya ke Tulangan Sidoarjo dan pertemuannya dengan Khouw Ah Soe, seorang aktivis pergerakan Tionghoa, korespondensinya dengan keluarga De la Croix (Sarah, Miriam, Herbert), teman Eropanya yang liberal, dan petuah-petuah Nyai Ontosoroh, mertua sekaligus guru agungnya, kesadaran Minke tergugat, tergurah, dan tergugah, bahwa ia adalah bayi semua bangsa dari segala jaman yang harus menulis dalam bahasa bangsanya (Melayu) dan berbuat untuk manusia-manusia bangsanya.
Sinopsis Novel
Novel ini berisi tentang lenjutan dari Bumi Manusia yang menceritakan tentang Annelis, istri dari Minke yang harus pergi ke Nederland tetapi tidak lama ia menetap disana, ia harus menghembuskan nafas terakhirnya.
Dari situ Minke dan Nyai Ontosoroh (mamanya) harus tetap kuat dan tegar dalam menghadapi segala musibah yang silih berganti menimpa mereka. Minke yang merupakan lulusan dari H.S memiliki banyak kemampuan, salah satunya menulis dalam bahasa Belanda. Banyak orang yang telah membaca tulisan Minke, Jean Marais dan Kommer memberi ia masukan untuk menulis dalam bahasa Melayu dan lebih belajar memahami negaranya sendiri.
Selain itu ada juga Khouw Ah Soe, seorang pejuang Cina yang menggalang persatua di Surabaya juga ikut memberi banyak informasi mengenai perkembangan penjajahan Dunia. Lewat pemikiran tersebut, akhirnya Minke sadar bahwa kedudukan Belanda dibangsanya mulai goyah. Jepang sebagai satu-satunya negara di Asia yang posisinya setara dengan Eropa, telah siap mengambil alih wilayah Hindia.
Kelebihan Novel
Cerita yang disampaikan dari awal sampai akhir cukup jelas dan dapat memperkenalkan lebih dalam mengenai sejarah Indonesia pada masa kolonialisme Belanda.
Kekurangan Novel
Tokoh yang ada didalam novel terlalu banyak, sehingga terkadang tidak fokus dalam alur ceritanya.
Leave a Comment